Matahari ini terasa tak mampu memberikan sinar kepada mata ku. Sejauh mata memandang hanya kegelapan yang ku dapat. Perjalananku di lalui d...

Antara Cinta Mu dan Hatiku

09:07:00 katapena.info 0 Comments

Matahari ini terasa tak mampu memberikan sinar kepada mata ku. Sejauh mata memandang hanya kegelapan yang ku dapat. Perjalananku di lalui dengan meraba pada jalan setapak yang berduri tajam. Aku terdiam di bawah pohon yang rindang kala sore yang cemerlang bersama harumnya rerumputan yang di ayunkan oleh desiran angin sepoi-sepoi bersama biru nya lukisan cakrawala yang menyejukkan batin. Hayalanku melayang pada satu ketika saat batinku masih terikat pada satu kisah yang masih melekat di mata batinku, masih mampu ku raba lewat nafas-nafas jiwaku.
            “ Selamat pagi Kiki. Dunia telah menantimu” Afifa tersenyum.
            “ Aku masih takut”
            “ Kenapa ?. Kebahagian itu bukan untuk di takutkan”
            “ Aku ragu”
            “ Tak ada yang tau jalannya bagaimana kalau kita tak berani menerjangnya”
            “ Apa aku harus pergi ?”
            “ Chayyo.. Fighting !”
            Kaki ku mulai melangkah bersama seorang pria yang memakai baju kemeja pink. Dia selalu terlihat membagi senyum kepadaku dengan ikhlas. Wajahnya sangat manis saat tersenyum membuat hatiku tertegun. Pikiranku melayang-melayang pada dunia yang aku tak tau apa. Aku terus saja melihatnya hungga tak tersadar kaki ku telah berhenti di suatu tempat.
            “ Kamu suka kebun binatang ?”
            “ Suka”
            “ Binatang apa yang kamu suka ?”
            “ Monyet dan ayam”
            “ Hmm.. Jarang-jarang cewe suka mereka. Biasanya cewe suka burung yang cantik atau serang semacam kupu-kupu”
            “ Aku suka mereka. Karena monyet cerdas dan ayam lucu”
            “ Hmm.. “
            Kami berjalan kembali melanjutkan perjalanan menyusuri jalan-jalan yang mengelilingi rumah-rumah kecil tempat binatang tinggal yang diciptakan manusia. Laki-laki ini terlihat begitu bersahabat dan tampak sangat lemah lembut. Rambutnya yang runcing-runcing makin menambah keindahannya.
            “ Dek”
            “ Iya”
            “ Siapa pacar kak Ovi ?, Adek tau ?”
            “ Kak Ovi belum punya pacar bang. Dia masih sendiri”
            “ Ada gag cowo yang laigi deket sama kak Ovi sekarang ?”
            “ Setau Kiki belum ada bang !”
            Sekarang kami sudah berada di suatu tempat dengan suasana alam. Terlihat hamparan rerumputan yang luas yang seolah lukisan yang maha indah sedang menghibur mata yang selalu ingin diselimuti keindahan. Dua pasang makanan sudah terhidang didepan kami.
            “ Abang gag tau harus bagaiman memulainya”
            “ Apa bang ?”
            “ Kamu mau gag bantu abang ?”
            “ Kalau Kiki bisa bantu, dengan senang hati”
            “ Abang suka sama kak Ovi, tapi abang tidak tau harus memulainya bagaimana. Kak Ovi tidak pernah menghiraukan abang”
            Hatiku terasa di bantai dengan petir-petir yang mampu meluluh lantahkan dunia. Aku terjebak pada cinta yang sulit ku mengerti. Bang Fadil adalah teman kak Ovi yang selalu bermain ke rumah kontrakan kami. hatiku selalu bergetar apabila melihat sosoknya berada di antara bayang-bayang semu dan nyata dalam hidupku. Kak Ovi adalah orang pertama yang tau hal ini, sehingga membuat hatiku semakin bimbang karena ternyata dukungan cinta yang diberikan kak Ovi tak akan pernah pantas ku genggam. Aku terdiam menanggung kesakitan yang kini ku tanggung, mencoba  menerima bahwa cinta yang ku bisa mnejadi milikku malah untuk seseorang yang selalu memberikan semangat, yang ku anggap seperti kakak kandungku sendiri dan yang paling menyakitkan bahwa ternyata cinta itu untuknya.
            “ Dek !. Kenapa diam ?”
            “ Hanya sedang berpikir”
            “ Mau kan bantu abang membuat kak Ovi memberikan hatinya untuk abang”
            “ Kiki gag janji. Tapi Kiki akan mencoba berusaha demi abang “ aku tersenyum.
            “ Makasih ya dek !”
            “ Makasih juga karena uda bawa Kiki jalan-jalan. Abang orang pertama yang pergi bersama Kiki untuk jalan-jalan”
            “ Kiki gag pernah pergi bersama cowok ?”
            “ Hmm.. pernah. Sama Ayah dan adik Kiki, selebihnya gag ada”
            “ Kenapaa ?”
            “ Gag kenapa-kenapa”
            Kami terlihat asik menyantap makanan yang kini berada didepan kami. Tak ada lagi kata-kata yang keluar dari mulut keduanya. Mereka asik menyantap sambil melihat indahnya suasana alam yang terlihat disekeliling mereka. Sesekali aku mencoba mencuri-curi pandang pada bang Fadil. Berat sekali menahan batin yang di baluti kebimbangan. Kenapa disaat aku mulai berani meraih mimpiku yang bukan hanya cinta hanyalan harus begini ?, Kenapa orang yang diinginkan bang Fadil adalah kak Ovi bukannya aku ?. Tuhan, aku berharap jika bukan aku yang ada dihatinya, jangan kak Ovi. Aku takut kehilangan keduanya.
            Waktu telah mengantarkan aku kembali ke istana tercintaku bersama kak Ovi. Bang Faldi mengantarkannku sampai kerumah kemudian dia pulang. Aku kagum melihatnya yang begitu pandai bermain peran. Dia sangat pintar menyimpan rapi perasaannya kepada kak Ovi. Kadang aku cemburu sekali melihat mereka yang begitu akrab, hal yang tak pernah ku dapatkan.
            “ Bagaimana kencannya ?”
            “ Bukan kencan kak”
            “ Tapi kok lesu kali ?”
            “ Mungkin karena agak lelah saja. Kak, Kiki ke kamar dulu ya ?”
            “ Iya” kak Ovi bingung.
            Semenjak hari itu, aku selalu terbayang bagaimana cara membantu bang Faldi dalam hal perasaanya kepada kak Ovi. Aku hanya dapat terdiam tatkala kak Ovi menanyakan sejauh mana hubungan ku dengan bang Faldi. Aku ingin sekali membantu walau harus menahan lukaku sendiri, tapi aku sungguh tidak tahu harus memulai dari mana. Aku sangat bingung bagaimana…
            Sifatku yang pendiam dan seolah menutup diri dari dunia telah semakin berkabut. Kecerian ku hampir tak terlihat, dia begitu samar-samar diantara kentalnya kabut bimbang. Aku hanya berharap kak Ovi tidak akan menyadari dengan perubahanku. Aku selalu berusaha membaginya senyum, walau hatiku terdiam kaku. Aku taku jika membuat hatiku tersenyum, karena perubahan sedikit saja yang terjadi mampu membuatnya retak. Retak yang walau disatukan kembali tetap saja berbekas.
            Bang Faldi sering sekali mengunjungi rumah kami. Aku selalu berusaha bersembunyi darinya jika aku tahu bahwa kini dia sedang berada di rumah. Aku hanya ingin memberikan kebersamaan kepadanya bersama kak Ovi sahabatnya. Banyak tempat-tempat yang kudatangi hanya untuk menghindari bang Faldi. Ini adalah tempat terakhir yang paling membuatku betah, yaitu dibawah pohon yang rindang bersama rerumputan yang ku anggap bersahabat.
Seolah tak ada rasa bosan,, bang Faldi semakin sering mengunjungi rumah kami. Aku pun sudah mulai terbiasa nongkrong di bawah pohon besar yang jaraknya tak terlalu jauh dari rumah kami.
            “ Vi.. Kiki kemana ?”
            “ Entah. Dia akhir-akhir ini sering sekali menghilang tak jelas”
            “ Apa dia punya masalah ?”
            “ Mungkin dia punya masalah di kampus. Maklum anak baru, jadi mesti adaptasi yang bagus supaya betah. Sementara dia aja ku lihat malas sekali untuk berteman dengan orang”
            “ Apa ada yang dipendamnya ya ?”
            “ Nanti ku tanyakan kalau dia pulang”
            Waktu yang ku habisi disini, sering ku habisi dengan menulis beberapa puisi dan lirik lagu yang bersimponikan lirih hatiku. Saat berada disini tak ad aide yang macet dari bilik-bilik otakku. Semua mengalir begitu saja saat aku mulai memikirkan bang Faldi dan kak Ovi. Hanya inilah yang bisa kulakukan untuk menjaga semua hati dan semua hubungan. Kertas-kertas putih yang awlnya hampa telah berisikan coretan-coteran tinta yang mengalun menjadi bait-bait bermakna. Matahari sudah melambaikan tangannya ke arah ku. Aku harus pulang.
            “ Dari mana kamu ?” tanya kak Ovi mengagetkan ku.
            “ Dari rumah teman kak”
            “ Kakak lihat kamu sudah keseringan seperti itu”
            “ Ada banyak tugas mata kuliah akhir-akhir ini”
            “ Apa maslah mu ?, katakana sama kakak !”
            “ Gag ada masalah kak. Kiki lelah !”
            “ Apa ada masalah sama bang Faldi ?”
            “ Kenapa kakak nanyak gitu ?”
            “ Kamu berubah seperti ini setelah kalian berdua jalan-jalan”
            “ Gag ada hubungannya dengan dia kok”
            “ Kakak sudah anggap kamu seperti adik kakak sendiri. Tolong hargai kakak”
            “ Karena Kiki sangat menghargai kakak, makanya Kiki begini” Aku pergi meninggalkan kak Ovi sendiri di ruang itu. Hatiku sedih bila harus jujur. Aku merasa sangat bodoh yang menjadi pengecut pada masalah kecil ini. Aku sangat takut menghadapinya.
            *****
Beberapa hari telah berlalu. Kak Ovi mengajak ku pergi ke suatu tempat untuk membuang kejenuhan dari aktivitas-aktivitas kuliah kami yang menguras otak. Tempat yang kami tuju adalah taman berbunga yang sangat indah. Di jalan yang dilalui terlihat banyak pohon-pohon yang sudah terlihat memiliki umur yang lama. Dedaunan menghiasi aspal yang kami lalui, orchestra suara angin terdengar sayup-sayup diantara pepohonan. Banyak bangku-bangku yang terletak dengan jarak yang jarang di pinggir jalan yang tidak di lalui mobil atau sepeda motor ini. Kadang-kadang terlihat anak remaja, anak-anak atau orang dewasa bermain sepada santai di jalan itu. Kami menuju sebuah kursi yang kosong untuk menghirup udara segar dan bercerita.
“ Bagaimana perasaan mu kepada bang Faldi ?”
“ Kiki hanya menganggpanya seorang abang. Sama seperti halnya Kiki menganggap kakak layaknya kakak Kiki”
“ Kebohongan itu hanya akan membuat mu masuk kelubang hitam”
“ Apa itu kak ?”
“ Blackhole. Dia akan menghisap mu kesana dan susah kembali lagi”
“ Bang Faldi itu cinta sama kakak”
“ Kenapa kamu berbicara seperti itu ?”
“ Dia yang bilang. Kiki hanya tak mau merusak semua, makanya Kiki selalu berusha berlari dari hadapan kebersamaan kalian”
Tiba-tiba bang Faldi terlihat menuju mereka. Aku terdiam karena setelah sekian lama aku menghindarinya, akhirnya sekarang malah seolah tak bisa dielakkan lagi. Aku merasa terpojok, tak tau harus pergi ke arah yang mana. Bang Faldi tersenyum dengan mengendari sepeda menuju ke arah kami. Kak Ovi pun terlihat tersenyum dengan lembut.
“ Hmm.. Ovi, bolehkah aku pinjam Kiki sebentar ?”
“ Boleh” kak Ovi tersenyum ke arah ku.
“ Ayok ikut abang Ki !”
“ Kiki mau disini aja. Kalian aja yang pergi”
“ Kiki. Ikut aja sama bang Faldi. Kakak disini lagi nunggu seseorang” sambung kak Ovi.
“ Siapa ?” tanya ku.
“ Seseorang”
“ Ayok Ki !. Naik sini ke boncengan abang !”
“ Iya” aku menaiki sepada bang Faldi walaupun dengan wajah yang bingung.
Aku dan bang Faldi pergi dengan sepeda ke suatu tempat yang sangat indah. Terlihat hamparan perairan tenang dengan pepohonan yang mengelilinginya. Aku sangat kagum dan terpukau dengan keindahan panorama alam natural yang kini berada dihadapan mataku.
“ Kamu suka tempat ini dek ?”
“ Sangat “
“ Sesuka mana ?”
“ Maksudnya ?”
“ Tempat ini atau pohon besar yang sering adek datangi untuk menghindari abang ?”
Aku sangat bingung mendengar ucapan yang terlontar dari mulut bang Faldi. Tak ada yang salah dri yang diuacapkannya. Tapi kenapa dia bisa mengatakan seperti itu ?, apa Cuma tebak-tebak saja ?, tapi tak mungkin tebakannya begitu jitu, sebab dia bukanlah seorang paranormal yang punya indera ke-enam dalam dirinya. Aku terdiam memandang heran ke arahnya.
“ Apa kamu kehilangan sesuatu ?”
“ Hmmm ?”
“ Seperti buku ?”
“ Buku bagaimana ?”
 “ Entah”
Kami kemudian duduk dibawah pohon di antara rerumputan bersama sepoi angin yang bertiup bersama hamparan air yang luas serta tenang. Suasana yang nyaman itu tak bertahan lama, karena bang Faldi membuat ku bearda pada rasa malu yang sangat dalam.
“ Merdunya suara jantungku saat didepanmu tak akan pernah sama saat aku berada di hadapan yang lain. Begitu syahdu simfoni rindu yang beradu dalam perasaanku. Aku termangu jika bayang-bayang mu mengalir tanpa permisi di batinku. Semakin bayanganmu bertamu, semakin aku melekat dan terhisap oleh kegelapan yang mencabik-cabik kehangatan harapanku. Aku bukan cintamu, Aku bukanlah yang kau rindu dan aku bukanlah sesosok bidadari dalam tangga-tangga masa depan mu. Aku layu dan menunduk bisu pada torehan-torehan luka yang kubiarkan semakin menggeruguti isi dari nyawaku.Kadang aku benci pada rindu yang gagah mengepakkan sayap-sayapnya menjemputmu. Aku berusaha melawan kepergiannya supaya tidak patah. Tapi dia terlalu egois untuk menjemput harapan kosong atau bahkan yang paling menyakitkan harus memeluk pedang. Aku hanya ingin mengatakan pada dunia bahwa aku mencintaimu walau ku tahu kau takkan mencintaiku dan walau ku tahu dengan mencintaimu aku harus memeluk pedang tajam dan runcing”
Itu adalah sebuah puisi ungkapan hati yang kutulis dalam sebuah notes yang sering ku bawa kemana-mana. Aku masih terdiam karena tak bisa percaya pada kejadian yang kini ku alami.
“ Adek ternyata pandai menulis kata-kata ya ?”
“ Hmm.. Lumayan”
“ Kamu percaya sama abang?”
“ Sedikit”
“ Kamu percaya atas yang abang bilang tempo hari ?”
“ Iya”
“ Kenapa kamu percaya ?, kenapa tak sedikit saja ?”
“ Karena memang kalian terlihat sangat dekat. Jadi wajar bila rasa itu akhirnya muncul lam lebih lagi”
“ Tak semua yang terlihat itu benar dek. Adek tau siapa sebenarnya orang yang paling abang tunggu-tunggu ?, abang rindukan ?, abang berharap dia bisa memakai perasaannya untuk bertelepati dengan perasaan abang sehingga tak usah abang katakana pun dia sudah mengerti?”
“ Kak Ovi”
“ Bukan. Abang mencintai seseorang yang selalu lari dari pandangan abang. Padahal abang setiap hari hanya berharap bisa berjumpa, makanya kerumah adek”
“ Kiki gag negerti bang”
Tiba-tiba dari arah depan terlihat kak Ovi bersama seorang lelaki yang menuju ke arah kami.
“ Ki. Dia Cuma mau ngerjai kamu. Kami berdua ini sepupuan” kata kak Ovi.
“ Ngerjai gimana ?”
“ Abang Cuma mau melihat sebatas mana ikatan emosional kita. Asal adek tau, abang selalu mengirimkan telepati kepada adek supaya adek rindu sama abang”
“ O… gitu ?”
“ Tapi adeknya gag pernah bisa mengerti”
“ O iya, ini pacar kakak. Kenalin, namanya bang Rahmat. Kami sudah pacaran 2 tahun dan dia kuliah di semarang”
Bang Faldi dan aku kemudian saling berjabat tangan dengan pacar kak Ovi. Ternyata benar kata bang Faldi, tak semua yang terlihat itu adalah benar. Kak Ovi yang ku kira tak punya kekasih karena kesibukannya yang focus pada kuliah ternyata salah.
Kami saling bercerita dan tertawa ceria di sore itu. Perasaan ku sekarang sudah mulai lega karena yang kupikirkan tak sesuai dengan kenyataan. Sifatku yang maniak terhadap hayalan ternyata terbawa-terbawa kemana-mana.
Tiba-tiba bang Faldi duduk mendekat dasampingku,
“ Jadi mau kemana kita ?” tanyanya.
“ Pulang”
“ Bukan itu”
“ Jadi ?”
“ Pacaran kita ?”
“ Hmm.. “
“ Adek mau gag jadi kekasih abang ?”
“ Mau” jawab kak Ovi.
“ Mau dia. Cuma gengsinya besar kali” sambung kak Ovi.
Suasana sore itu terasa sangat menyenangkan. Aku merasa bagai berada disurga yang sangat indah. Kami berempat menghabiskan waktu ditaman itu dengan sangat bahagia yang dipenuhi gelak tawa. Akhirnya cinta pertamaku kini menjadi pacar pertamaku. Semoga kami bahagian selamnya sampai nenek-nenek dan kakek-kakek. Will always forever.
The END




0 komentar:

Tentang Penulis